EQUALITY- Hello 2020

“Kalau perbedaan adalah rahmat, kenapa Anda ingin disamakan dengan laki-laki?”

Kalimat tersebut adalah salah satu komentar yang banyak kita temui saat menggugat konsep kesetaraan gender.

Betapa menyedihkan saat menyadari betapa banyak orang tak memahami arti kata setara, apalagi konsep kesetaraan gender.

Setara itu bukan berarti sama. Berikut definisi kedua kata tersebut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

setara/se·ta·ra/ n 1 sejajar (sama tingginya dan sebagainya): kedua kakak beradik itu duduk ~; 2 sama tingkatnya (kedudukannya dan sebagainya); sebanding: pilihlah istri yang ~ denganmu; 3 sepadan; seimbang: tenaga yang dipergunakan harus ~ dengan hasilnya;

sama 1/sa·ma /a 1 serupa (halnya, keadaannya, dan sebagainya), tidak berbeda; tidak berlainan: pada umumnya, mata pencaharian penduduk desa itu ~ saja; kedua soal itu ~sulitnya;

Memperjuangkan kesetaraan gender bukan berarti menuntut perempuan untuk menjadi sama dengan lelaki, tetapi mendukung perempuan dan lelaki agar mendapat kesempatan untuk ada dalam posisi yang sejajar. Karena banyak jg ketidak adilan judgement soal lelaki, misal Lelaki ga boleh ngurus anak dirumah atau masak. Selama itu kesepakatan bersama why not? Kecuali tu lelaki malah main cewe lagi. Itubgak beres malah nyuruh istrinya yg cari nafkah.

Mendobrak konstruksi sosial bahwa lelaki “dari sananya diberi kelebihan sehingga hanya dia yang layak jadi pemimpin”. Ini memberi laki-laki stigma dan beban juga. Harus selalu memimpin, enggak boleh nangis, harus maskulin, harus melindungi perempuan.

Ini abad ke-21. Perempuan dan lelaki bisa sama-sama jadi pemimpin, bisa berbagi pendapat dan beban, bisa berada dalam spektrum femininitas-maskulinitas, harus pula bisa saling melindungi.

Feminisme adalah upaya untuk mengubah ketidaksetaraan gender menjadi kesetaraan gender. Bukan usaha agar perempuan jadi sama dengan lelaki, bukan taktik supaya perempuan tercerabut dari agama, bukan menuntut laki-laki jadi bawahan perempuan. Bukan pula ajaran “Barat” karena spiritnya selaras dengan banyak ajaran dan agama yang mengedepankan keadilan, termasuk Islam.

Yang sering dijadikan dasar menggugat feminisme adalah pemahaman keliru tentang kodrat — bahwa feminisme membuat perempuan lupa akan kodratnya.

Kalau soal bekerja, mengurus anak, menyetir, memimpin, dan dipimpin, semua hal tersebut bukanlah kodrat karena dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki.

“Saya bingung sama wanita yang minta kesetaraan. Bukannya kalian itu selalu mendapatkan keistimewaan lebih, kalo ada dua beban juga pasti laki-laki yang lebih berat wanita yang lebih ringan”

Nah, kalau soal berbagi beban, saya rasa ini masalah kemanusiaan, bukan mengistimewakan salah satu gender. Kalau Anda punya fisik yang kuat dan melihat orang lain yang badannya lebih lemah, apa salahnya membantu? Kalau Anda dikaruniai otak yang cemerlang, apa salahnya membantu mereka yang kemampuan kognitifnya lemah (kecuali pas ujian ya)?

Perlu dicatat bahwa tidak semua lelaki lebih kuat fisik maupun otaknya daripada perempuan, sangat mungkin terjadi hal sebaliknya. Bisa saja Anda, perempuan muda yang berbadan sehat dan kuat, memutuskan memberi tempat duduk di KRL Commuter Line kepada lelaki paruh baya yang tampak sakit dan memerlukan istirahat.

Jadi, jgn masuk keranah yang terlalu privacy selama antar perempuan dan lelaki saling mendukung satu sama lain tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Perempuan memiliki masalah yg lebih complicated di Indonesia karena terbentur dengan sistem yang mempersulit perempuan. Saya mewakili AWR Foundation akan terus memperjuangkan itu. Start from 2020 fokus terhadap perempuan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑

%d bloggers like this: