Hari selasa lalu, saya diundang untuk memberikan kuliah umum di Vokasi Universitas Indonesia, tentu saya senang sekali karena dahulu sebelum menjadi vokasi saya pun masuk UI dari jalur D3 Adm. Perkantoran & Sekretaris, lalu nyambung extention Adm Negara dan 2016 S2 Fisip juga di Kesejahteraan Sosial dan Otonomi Daerah jurusannya. Saat ini sudah banyak sekali perubahan yang terjadi di kampus kebangaan saya UI itu diantaranya program D3 UI yang tadinya ada di tiap fakultas menjadi berdiri sendiri namanya Vokasi dan gedungnya keren banget lingkungannya bagus banget anyway gedungnya banyak gak cuma satu loh. auditoriumnya keren banget, zaman saya belum ada hehehe. Begitupula S1 Adm Negara yang kini sudah pemekaran fakultas menjadi Fakultas tersendiri Fakultas Ilmu Administrasi (FIA). Nah nyambung dari perubahan yang terjadi di sekitar kampus, artinya ini pula yang terjadi pada dunia ini. Hal yang pasti di dunia ini adalah PERUBAHAN… SO, kita harus selalu open mind dan bersiap menghadapi perubahan apapun itu. Karena, orang yang sukses bukan hanya orang yang pintar dan punya network, tapi mereka yang mampu bijaksana terhadap perubahan.
Dalam blog saya kali ini saya belum nulis seluruh dari apa yang saya sampaikan karena panjang kalo bicara SDM apalg menyambut 4.0, yuk kita mulai…
Karakter fundamental dan global dari revolusi 4.0 akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh semua negara, perekonomian, sektor, dan masyarakat. Oleh karenanya kita harus berkolaborasi dan berinteraksi untuk bekerja sama antar pemangku kepentingan yang melintasi batas-batas akademis, sosial,politik, nasional, dan industri.
Pernyataan tersebut menyatakan artinya masyarakatlah yang terpenting, karena sekitar kurang lebih 8 milliar populasi didunia ini yang akan menerima revolusi industri 4.0 ini, dan bagaimana penggunaannya terhadap masyarakat itu sendiri, karena pergeseran nilai sosial budaya pasti berdampak pula pada kalangan masyarakat tersebut. Berikut adalah sejarah dan juga paparan perjalanan revolusi Industri di Dunia :
Kemunculan mesin uap pada abad ke-18 telah berhasil mengakselerasi perekonomian secara drastis dimana dalam jangka waktu dua abad telah mempu meningkatkan penghasilan perkapita negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat
Revolusi industri kedua dikenal sebagai Revolusi Teknologi. Revolusi ini ditandai dengan penggunaan dan produksi besi dan baja dalam skala besar, meluasnya penggunaan tenaga uap, mesin telegraf. Selain itu minyak bumi mulai ditemukan dan digunakan secara luas dan periode awal digunakannya listrik.
Pada revolusi industri ketiga, industri manufaktur telah beralih menjadi bisnis digital. Teknologi digital telah menguasai industri media dan ritel. Revolusi industri ketiga mengubah pola relasi dan komunikasi masyarakat kontemporer. Revolusi ini telah mempersingkat jarak dan waktu, revolusi ini mengedepankan sisi real time.
Di Jerman, wacana mengenai “Industri 4.0” telah dibicarakan, suatu istilah yang diciptakan saat Hannover Fair 2011 untuk menjelaskan bagaimana revolusi industri ini akan merevolusi pengorganisasian rantai nilai global. Dengan dimungkinkannya “pabrik pintar”, revolusi industri keempat menciptakan sebuuah dunia dimana sistem manufaktur virtual dan fisik secara global bekerjasama satu sama lain dengan cara yang fleksibel. Situasi ini akan memungkinkan personalisasi yang absolut atas produk-produk dan penciptaan model-model pengoperasian baru.
Menurut Klaus Schwab, dalam bukunya Revolusi Industri Keempat, revolusi industri kedua belum sepenuhnya dialami oleh 17% populasi dunia, sebagaimana 1,3 miliar orang masih belum mendapatkan akses listrik. Hal ini sama juga berlaku bagi revolusi industri ketiga, dengan lebih dari setengah populasi dunia, yaitu 4 miliar orang, yang sebagaian besar tinggal di negara berkembang, belum mendapatkan akses internet. Alat tenun yang merupakan menjadi simbol revolusi industri pertama membutuhkan waktu hampir 120 tahun untuk tersebar ke seluruh Eropa. Sebaliknya, internet meyebar ke seluruh dunia hanya dalam waktu kurang dari satu dekade.
Pelajaran dari revolusi industri pertama masih berlaku saat ini, yaitu jangkauan inovasi teknologi yang dicapai masyarakat adalah penentu utama perkembangan. Pemerintah dan institusi-institusi publik, sebagaimana juga sektor privat, perlu melakukan tugas mereka, namun para warga negara pun perlu untuk melihat keuntungan jangka panjang dari perkembangan ini.
Saya yakin, revolusi industri keempat secara menyeluruh akan memiliki kekuatan, pengaruh, dan arti sejarah yang sama dengan ketiga revolusi sebelumnya. Hanya saja, saya memiliki dua perhatian utama mengenai faktor-faktor yang mungkin membatasi disadarinya potensi revolusi indsutri keempat secara efektif dan kohesif.
Pertama, level kepemimpinan dan pemahaman atas perubahan yang dibutuhkan masihlah rendah, terutama saat dibandingkan dengan kebutuhan untuk memikirkan ulang sistem ekonomi, sosial, dan politik kita dalam menanggapi revolusi industri keempat. Akibatnya, baik pada level nasional maupun global, kerangka institusional yang dituntut untuk mengendalikan penyebaran inovasi serta penanggulangan kekacauan masih “belum memadai”, untuk tidak mengatakan “belum ada”.
Kedua, negara kita kekurangan suatu narasi bersama yang konsisten dan positif, yang menguraikan apa saja sih kesempatan serta tantangan revolusi industri keempat ini. Karena ini penting kalau kita mau memberdayakan sekelomok individu dan komunitas yang beragam, serta hendak menghindari reaksi negatif terhadap perubahan fundamental yang sedang terjadi.
Tantangan yang kita hadapi dalam menghadapi millennials juga merupakan pengaruh yang juga merupakan penerima revolusi tersebut, karena mereka termasuk saya adalah pemakai langsung dari revolusi industri dari pertama hingga selanjutnya terutama saat menyambut revolusi industri 4.0, bagaimana kaum millennials ini menggunakan teknologi digital secara menyeluruh yang akan menjadi big data dan semua terkoneksi. Karakter atau Sumber Daya Manusia sangat penting dalam hal ini, karena kita manusia yang menciptakan teknologi tersebut juga yang menggunakannya. Soft skill, dalam hal ini menjadi yang utama karena ia merupakan pondasi karakter Bangsa. Strategi apapun untuk menyikapi revolusi global ini harus dilandasi oleh kekuatan karakter individu masing-masing karena kembali lagi manusia itu sendiri sebenarnya yang menentukan akan dibawa kemana Bangsa ini bahkan dunia ini. Penyalahgunaan teknologi menjadi hal yang dikhawatirkan juga akan terjadi di masa mendatang saat revolusi 4.0 itu datang ke Indonesia. Sekarang saja kita lihat bagaimana masyarakat mudah mempercayai hoax, mudah menyebar hoax pulak demi mendapatkan perhatian karena sekali lagi teknologi internet menyebar ke seluruh dunia hanya kurang dari 1 dekade alias kurang dari 10 tahun.
Artinya, ini perkara mental manusianya yang siap atau tidak siap dengan perubahan teknologi, karena ada juga orang yang terlihat makin bertambah usianya justru semakin seperti anak-anak karena narsis nya, atau malah bicara dan curhat yang tidak seharusnya diposting dimedia social. Dari situlah terlihat jelas karakteristik orang tersebut, kedewasaannya serta kebijaksanaannya. Persoalan revolusi Industri 4.0 bukan hanya sekedar perubahan zaman dan memiliki artificial intelegent, tapi persoalan moral dan mental untuk menggunakan teknologi canggih tersebut. Oleh sebab itu, bagi saya revolusi industri 4.0 harus bisa memberikan value bagi setiap orang. Setiap orang yang memiliki values dalam diri mereka artinya paling tidak mereka orang yang siap secara mental menghadapi revolusi global ini.
LAPANGAN PEKERJAAN
Sebenarnya, ketakutan yang muncul terkait dampak teknologi bukanlah sesuatu yang baru. Pada tahun 1931, Pakar ekonomi John Maynard Keynes dikenal karena memperingatkan tentang penyebaran pengangguran akibat teknologi, “karena penemuan kita atas cara-cara membuat tenaga kerja lebih ekonomis lebih cepat dari laju dimana kita dapat menemukan kegunaan baru atas tenaga kerja itu”.
Alasan-alasan mengapa revolusi teknologi baru akan memprovokasi lebih banyak pergolakan dibandingkan dengan revolusi industri sebelumnya adalah karena KECEPATAN (semua hal terjadi dalam laju yang jauh lebih cepat ketimbang sebelumnya), keluasan dan kedalamannya banyak sekali perubahan radikal terjadi pada saat yang bersamaan, serta transformasi utuh dari seluruh sistem.
Dengan memahami faktor-faktor penentu tersebut, satu hal yang pasti: teknologi-teknologi baru akan dengan dramatis mengubah sifat alami kerja diseluruh industri dan bidang pekerjaan. Ketidakpastian fundamental terkait dengan seberapa jauh otomatisasi akan menjadi pengganti tenaga kerja. Berdasarkan buku yang sedang saya baca berjudul Revolusi Industri keempat oleh Klaus Schwab ada beragam kategori pekerjaan, khususnya yang melibatkan tenaga kerja manual yang repetitif dan akurat mekanis, telah mengalami otomasi. Kategori pekerjaan yang lain pun akan mengikuti, sebagaimana kekuatan komputasi terus berkembang secara eksponensial. Lebih cepat daripada yang diantisipasi banyak orang, pekerjaan dari berbagai profesi yang berbeda semacam pengacara, analisis keuangan, dokter, jurnalis, akuntan, pegawai asuransi, atau pustakawan kemungkinan akan diotomasi sebagian atau seluruhnya. contoh-contoh profesi dengan kemungkinan paling besar hingga paling kecil terkena otomasi.
sehingga kita harus persiapkan diri kita bukan hanya meningkatkan skill kita dibidang lain, juga meningkatkan skill kita pada soft skill. Dalam pemikiran terkait otomasi dan fenomena substitusi, kita harus menolak godaan untuk terlibat dalam pemikiran yang terpolarisasi mengenai dampak teknologi atas lapangan pekerjaan dan masa depan kerja. Sebagaimana yang ditunjuan oleh hasil keerja Fey dan Osborne, hampir tak terelakan bahwa revolusi industri keempat memiliki dampak yang besar terhadap pasar ketenaga kerjaan dan tempat kerja diseluruh dunia. Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa kita sedang menghadapi dilema manusia vs mesin. Sesungguhnya, dalam banyak kasus, fusi dari teknologi digital, fisik, dan biologis yang mendorong perubahan-perubahan yang sedang berlangsung ini akan berperan untuk memajukan kerja dan kognitif manusia. Artinya, para pemimpin harus mempersiapkan tenaga kerja dan mengembangkan mode-model pendidikan yang dapat berjalan lancar dan berdampingan bersama mesin-mesin yang semakin berkemampuan, terkoneksi, dan pintar (schwab klaus, Revolusi Industri Keempat, hal 46-48, Gramedia, 2019)
Leave a Reply